galak benchana,
meruntuh kota dan singgahsana,
negeri hilang raja..dimana rakyatnya,
jajahan takluk kering kontang rakyat..siapalah sang penguasanya?,
ngeri daku merenung nasib melanda kota Melaka,
ibarat dituding jari hantu kerna tiada telunjuknya,
hingga kini masih belumlah sejahtera apatah lagi mencapai ia ke arah sempurna,,
lihat kami dan kita,
seperti satu bahasa dan sekata,
tapi tuntutan dihati tak pernah terbela-bela,
hancur berkecai sugul sengsara,
apa sengajakah oleh kita?,
inginkah begini sahaja?,
galah dihulur,
maka jolokkan buah itu,
dibantu bukanlah memilih siapa saja sembulu,
Allah tak pernah pilih kasih sungguh Dia Maha Cemburu,
aku dan kau tahu maka usahalah itu jadi tetanggamu,
keikhlasan nan jitu penunjuk jalan yang satu,
sekarang ini bukanlah lagi zaman mengangkat bahu,
dan janganlah diguling nasibmu kepada dadu,
hidup ini meluas..melangkahlah menghadap di luar pintu,
diterimalah perubahan itu ke arah kebaikan prilaku,
manusia berjuang bukan setapak kedepan kemudian terkaku.
golok keramat,
menghentam khianat,
langkah kalimat,
seruan kiamat,
makin hari makin rapat,
belum puas berehatku tiadalah sempat,
relanya hidup bagai wong merempat,
diajar umpat maka aku umpat,
dididik jilat maka aku penjilat,
bodoh dan hinanya hamba ini takkan pernah kau terlihat,
hinanya termaktub didada surat,
inilah nasib kepala otak yang berurat,
siang malam menyusun ayat,
tapi gagal memahami para mutasyabihat,
akhirnya jadilah aku seperti pepijat,
dah mati..berguling..tahunya pun lewat.
gila aku bertafakur,
gila aku bertafakur,
makin gila aku bertafakur...terbujur mati nanti ku diliang kubur.
apa yang ada hanya Syukur.